Menyoal Quran

Al-Qur’an

Pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, al-Qur’an itu tidak terhimpun menjadi satu. Banyak sahabat yang hapal al-Qur’an secara sempurna, tetapi tidak ada mempunyai catatannya secara lengkap.

Pada masa Khalifah Abu Bakar, al-Qur’an kemudian dihimpun menjadi satu dan diberi nama Mushhaf, atas usulan dari Umar bin al-Khaththab radhiyallaahu ‘anhuma. Tetapi himpunan catatan tersebut hanya dipegang oleh Khalifah Abu Bakar. Kemudian dipegang oleh Khalifah Umar. Setelah Umar wafat, dipegang oleh Hafshah, putri Khalifah Umar, yang masih salah satu istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Pada masa Khalifah Utsman, timbul gagasan penyeragaman seluruh Mushhaf al-Qur’an di seluruh dunia Islam, agar tidak terjadi perbedaan yang radikal antara umat Islam dalam membaca al-Qur’an. Akhirnya Mushhaf al-Qur’an yang ada di Hafshah, diminta oleh Khalifah Utsman, dan memerintahkan beberapa orang untuk menyalin al-Qur’an tersebut menjadi beberpa naskah, dan kemudian dikirim ke seluruh penjuru negeri-negeri Islam, yang kemudian dijadikan panduan penyeragaman penulisan al-Qur’an di seluruh dunia.

Pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, penulisan Mushhaf al-Qur’an yang dilakukan oleh para sahabat tanpa pemberian titik terhadap huruf-hurufnya seperti ba’, ta’ dan lain-lainnya. Bahkan ketika Khalifah Utsman menyalin Mushhaf menjadi 6 salinan, yang 5 salinan dikirimnya ke berbagai kota negara Islam seperti Basrah, Mekah dan lain-lain, dan satu salinan untuk beliau pribadi, dalam rangka penyatuan bacaan kaum Muslimin, yang dihukumi bid’ah hasanah wajibah oleh seluruh ulama, juga tanpa pemberian titik terhadap huruf-hurufnya. Pemberian titik pada Mushhaf al-Qur’an baru dimulai oleh seorang ulama tabi’in, Yahya bin Ya’mur (wafat sebelum tahun 100 H/719 M). Al-Imam Ibn Abi Dawud al-Sijistani meriwayatkan:

عَنْ هَارُوْنَ بْنِ مُوْسَى قَالَ: أَوَّلُ مَنْ نَقَّطَ الْمَصَاحِفَ يَحْيَى بْنُ يَعْمُرَ. (الإمام ابن أبي داود السجستاني، المصاحف، ص/158).

“Harun bin Musa berkata: “Orang yang pertama kali memberi titik pada Mushhaf adalah Yahya bin Ya’mur”. (Al-Mashahif, hal. 158).

Setelah beliau memberikan titik pada Mushhaf, para ulama tidak menolaknya, meskipun Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam belum pernah memerintahkan pemberian titik pada Mushhaf.

Pada masa-masa berikutnya, Mushhaf al-Qur’an tidak hanya diberi titik, bahkan juga diberi harakat atau syakal, lalu diberi tanda-tanda waqaf, keterangan tentang surat-surat di bagian permulaan dan lain-lain.

Hal ini menjadi pelajaran bagi kita, bahwa inovasi dan usaha perbaikan dalam internal umat Islam tetap harus dilakukan untuk kebaikan bersama. Yang namanya inovasi, usaha dan perjuangan tidak mengenal istilah final. Waktu terus berjalan dan membawa perubahan. Kehidupan pun juga berubah. Umat Islam tentu harus mengikuti perubahan tersebut dengan dinamis.

0 Response to "Menyoal Quran"

Posting Komentar